Hatmiati's Weblog

belajar memaknai hidup melalui tulisan yang hadir selintas-selintas

ALIRAN SASTRA EKOKRITISISME

Oleh: Hatmiati

Abstrak

Tulisan ini menjelaskan tentang teori ekokritik sastra dan hubungannya dengan novel Partikel karya Dewi ‘Dee’ Lestari. Sejalan dengan hal tersebut, dijelaskan tentang ekokritik dalam sastra yang berwawasan lingkungan. Meskipun, ekokritik berwawasan lingkungan baru dalam sastra, tetapi hal tersebut ternyata bukan benar-benar hal yang baru. Jauh sebelum ekokritik diperkenalkan pada bidang sastra, para sastrawan sudah sejak lama menjadikan lingkungan sebagai salah satu sumber inspirasi dalam berkarya. Sehingga ketika ekokritik dijadikan salah satu kajian dalam bidang sastra, maka ilmu ini langsung menyatu dan memberi percerahan pada sastra. Ekologi memberikan kesadaran tentang lingkungan yang dapat dibaca semua pihak dengan bahasa yang mudah dan lebih akrab dengan pembacanya.

Kata Kunci: kritik sastra, ekokritik sastra, partikel

  1. 1.    PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewi ‘Dee’ Lestari, salah satu pengarang wanita yang cukup diperhitungkan di Indonesia, setelah novel Supernova episode pertama: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (2001) menggebrak dunia sastra Indonesia dengan ciri khas ilmu sains, maka karya Dee selanjutnya selalu ditunggu oleh penggemarnya. Episode kedua: Akar (2002), episode ketiga: Petir (2004), dan kali ini episode keempat: Partikel (2012) selalu menjadi karya best seller dari Dee. Namun, di antara Petir dan Partikel, Dee juga sempat menulis, Rectoverso (gagasan kreatif Dee dalam memadukan kisah, musik, dan ilustrasi yang sangat menarik). Perahu Kertas (sebuah Novel yang sarat dengan perjuangan dan cinta yang tidak biasa, novel ini juga telah difilmkan), Madre (kumpulan cerita yang sarat dengan perbedaan suku, budaya, sosial, hal-hal krusial lainnya tetapi dikemas dengan sangat menarik). Sitok Srengenge ketika menjadi penyunting dalam Madre, menyatakan bahwa harmoni dalam Madre adalah miniatur Indonesia yang ideal. Selanjutnya, Dee juga menulis Filosofi KOPI (kumpulan cerita dan prosa satu dekade). Goenawan Mohamad dalam sambutannya pada Filosofi KOPI, menyatakan, jika ada yang memikat pada Dee adalah cara dia bertutur: Ia peka pada ritme kalimat. Kalimatnya berhenti atau terus tidak hanya karena isinya selesai atau belum, tapi karena pada momen yang tepat ia menyentuh, mengejutkan, dan membuat kita senyum, atau memesona.

Sebagai pengarang, Dee memiliki ciri khas tersendiri. Setiap karyanya selalu memuat hal-hal menarik yang dijadikan titik tumpu cerita. Titik tumpu cerita ini bisa tentang ilmu sains ataupun alam. Pada novel Supernova episode keempat: Partikel, Dee bertumpu pada ilmu biologi yang bersandar pada alam. Cerita ini mengilhami penulis untuk mengaitkan dengan ekokritik sastra yang mulai ramai diperbincangkan dan dibahas dalam bidang sastra.

Cerita dalam novel ini membuka dimensi-dimensi lain dalam bidang kehidupan, tetapi tulisan ini memfokuskan pada ekokritik sastra karena ada banyak hal yang menurut penulis mengandung ekologi lingkungan sebagai sebuah ilmu baru dalam bidang sastra. Sebagai sebuah karya, nilai ekologi lingkungan yang terkonstruksi dalam novel ini memberikan sumbangan pemikiran dalam penggabungan sastra dan ekologi.

Novel ini juga memberikan kesadaran kepada pembaca untuk memahami lingkungan yang menjadi tempat tinggalnya sekarang. Lingkungan yang terkonstruksi dalam novel ini menjadi wadah keserakahan manusia yang justru memberi imbas yang tidak baik bagi manusia dan seluruh makhluk hidup yang menjadi bagian dari lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang ideal harusnya menjadi tempat tinggal yang nyaman untuk semua makhluk hidup yang ada di dalamnya.

Sebagai sebuah ilmu, ekokritik merupakan konsekuensi logis dari keberadaan dan keadaan lingkungan yang semakin memerlukan perhatian manusia. Ketidakseimbangan lingkungan menimbulkan berbagai permasalahan di masyarakat, mulai dari pemanasan global, pembalakkan hutan, perdagangan gelap satwa langka di pasar internasional, banjir, longsor, sampai dengan kabut asap akibat dari pembakaran hutan. Hal-hal tersebut menimbulkan keprihatinan yang berujung pada tujuan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut demi keberlangsungan kehidupan seluruh makhluk di bumi.

Alam merupakan sumberdaya yang harus dipelihara, dikelola, dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Manusia sebagai pemakai lingkungan harus bisa memberikan kontribusi agar lingkungan yang sehat dapat dinikmati selamanya. Ekokritik memberikan ruang dan kesadaran dalam dunia sastra untuk memadukan lingkungan menjadi sesuatu yang menarik untuk dibaca dan dibahas.

Maret 2, 2013 Posted by | penelitian | Tinggalkan komentar

PERANAN MENULIS JURNAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI

PERANAN MENULIS JURNAL UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENULIS NARASI

Oleh Hatmiati

 

 

Abstrak: Menulis narasi merupakan bagian dari tujuan keterampilan berbahasa yang harus dipelajari oleh siswa SMP sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kenyataan yang ditemui di kelas, ternyata siswa belum mampu menuangkan pikiran, ide, dan gagasannya dalam bentuk tulisan narasi yang baik. Kondisi seperti itulah yang dialami oleh siswa SMP Negeri 7 Amuntai kelas I. Oleh karena itu, dirancang penelitian tindakan kelas dengan menggunakan penerapan penulisan jurnal untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi. Jurnal dalam penelitian ini diarahkan pada proses menulis yang meliputi (1) tahap tindakan 1 pemodelan dan penjelasan tentang jurnal, (2) tahap tindakan 2 menulis jurnal, (3) tahap tindakan 3, dilakukan penilaian terhadap jurnal yang dihasilkan siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama 3 siklus, diperoleh temuan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan penerapan penulisan jurnal berhasil dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.

 

Kata Kunci :  peningkatan kemampuan menulis, menulis jurnal, menulis narasi

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Menulis merupakan satu di antara empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Menulis sebagai bagian dari keterampilan berbahasa meru-pakan bentuk komunikasi yang dapat dilakukan siswa untuk mengungkapkan ide atau gagasan, pikiran, dan perasaannya dengan bahasa tulis sebagai medianya. Hal ini sejalan dengan tujuan yang dikehendaki Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk pembelajaran menulis di Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu agar siswa memiliki kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, dan pesan secara tepat. Dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dinyatakan bahwa salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa SMP/MTs adalah menulis buku harian atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa yang ekspresif.

Menulis merupakan proses mengungkapkan ide atau gagasan, pikiran, pengalaman, dan perasaan dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Hal-hal yang dikemukakan dalam tulisan dapat bersumber dari pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, atau dari membaca buku. Menulis sebagaimana berbicara, merupakan keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif. Mulyati (2002:2.44) menyatakan bahwa menulis pada hakikatnya menyampaikan ide atau gagasan dan pesan dengan menggunakan lambang grafis (tulisan) kepada orang lain.

Hatmiati (2004:16) menyatakan bahwa narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam berbagai peristiwa atau kejadian. Oleh karena itu, agar siswa dapat menulis narasi dengan baik, dipilihlah satu strategi yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mengatasi kendala menulis narasi. Strategi tersebut adalah dengan membiasakan menulis buku harian atau jurnal.

Jurnal dapat menjadi sarana yang membantu siswa untuk belajar menulis dengan lebih menyenangkan dan berhasil (Eanes, 1997:457). Kegiatan menulis jurnal tidak hanya dilakukan pada saat pembelajaran menulis berlangsung, tetapi dapat disisipkan pada saat pembelajaran dengan fokus keterampilan yang berbeda. Guru juga dapat menyediakan waktu setiap hari atau beberapa hari dalam seminggu, sekitar 10 sampai dengan 15 menit bagi siswa untuk menulis jurnal (Tompkins, 1994:189).

Rutinitas menulis jurnal yang dilakukan siswa memberikan manfaat yang sangat besar terhadap kemampuan mereka dalam menulis sebuah narasi. Selain itu, menulis jurnal ini juga mampu memberikan kesempatan kepada siswa menguasai aspek kebahasaan lainnya sehingga secara berkesinambungan akan membuat siswa terlatih mengemukakan gagasan dan pikirannya dalam bentuk tulisan yang baik. Ketika siswa menulis jurnal, dia dibiarkan berkreativitas menulis sesuai dengan keinginannya. Siswa boleh memilih topik apa saja, misalnya tentang dirinya, keluarganya, temannya, pengalamannya, keadaan desa atau tempat tinggalnya, dan hal-hal lainnya yang dianggapnya menarik untuk ditulis.

           

Ruang Lingkup Penelitian

            Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan penulisan jurnal sebagai upaya peningkatan kemampuan menulis narasi?”

 

Tujuan penelitian

Sejalan  dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan penulisan jurnal sebagai upaya peningkatan kemampuan menulis narasi.

Berdasarkan uraian permasalahan dan tujuan dari penelitian yang dilaku-kan, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

1). Manfaat teoretis penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran menulis narasi di SMP dengan penerapan penulisan jurnal. 

2). Manfaat praktis dari penelitian ini berguna bagi guru, siswa, dan peneliti. Manfaat praktis ini disajikan sebagai berikut.

(1)      Bagi guru, hasil penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagaimana meningkatkan kemampuan siswa menulis narasi dengan penerapan penulisan jurnal.

(2)      Bagi siswa yang diteliti, hasil penelitian ini akan membantu dan meng-arahkan siswa yang mengalami kesulitan menulis narasi.

(3)      Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan, peng-alaman, wawasan, dan kemampuan yang ada dalam diri peneliti.

 

Sajian Definisi

1)      Kegiatan menulis adalah kegiatan yang dilakukan siswa untuk mengemukakan gagasan, perasaan, pengalaman, pikiran, dan idenya ke dalam bentuk tulisan.

2)      Menulis narasi adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam mengemukakan ide/gagasan dan mengekspresikan secara tertulis dalam bentuk tulisan yang baik. Ide/gagasan tersebut dapat berupa himpunan peristiwa yang dialami, dilihat, dirasakan siswa. Tulisan narasi juga melibatkan tokoh-tokoh yang ada dalam berbagai peristiwa/kejadian.

3)      Jurnal adalah istilah lain dari buku harian yaitu salah satu jenis tulisan informal yang ditulis siswa dalam bentuk buku catatan yang ditulis secara rutin, merekam peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan sehari-hari, mengemukakan hal-hal atau topik-topik yang menarik perhatiannya.

4)      Penilaian guru adalah salah satu bentuk penilaian autentik karena guru tidak hanya melihat hasil tulisan siswa tetapi juga meliputi perkembangan kemampuan siswa berdasarkan proses dan hasil kerja selama mereka belajar.

Maret 1, 2013 Posted by | Tidak Dikategorikan | | Tinggalkan komentar

ramadhan berlalu

ramadhan berlalu…
menyisakan kefitrian yang putih
hati sebersih salju tanpa noda
rasa sebening embuh yang masih merangkak di daun
sedang cinta berbunga seumpama mawar mekar
tersentuh gerimis pagi

ramadhan berlalu
tetapi aromanya masih berasa
hingga kini…nanti…dan selamanya…

September 14, 2010 Posted by | Tidak Dikategorikan | 1 Komentar

Entah

entah mengapa juni hadir tanpa permisi
membenturkan hasrat yang lelah dilalui waktu
merangkak, meskipun masih berharap
mengkhayal, menyisir sisi masa
menyimpan senyum untuk sebuah kemenangan

dan…kekalahan hanya nasib yang tahu
pun ketika kalah … tetaplah pemenang,
pemenang untuk selalu menghargai kekalahan…

entah…lah

Mei 31, 2010 Posted by | Tidak Dikategorikan | | 1 Komentar

Melaut Kotaku (Amuntai yang kembali banjir)

ini, adalah bukti cintamu padaku…

langit tak punya plafon hingga tempias hujan tak mampu tertampung

kami hanya punya baskom, itu pun kecil…

melautlah kotaku,

sedang, kami hanyalah hilir yang menadah segala kiriman

pasrah, meskipun semakin dalam…

benci kami tak mungkin, karena itulah bukti cintamu

dan kami percaya lautan ini akan surut, gelombang ini pasti akan kembali ke pantai

dan…di ujung musim segalanya menjadi paripurna

April 21, 2010 Posted by | 1 | 3 Komentar

Merasai Hujan Musim Semi

Merasai hujan musim semi adalah mencecap air telaga surga yang hadir selintas

hangat dan menyegarkan

melibas segala yang pernah terlalui hingga lupa

dulu entah apalah yang pernah berwarna

ataukah…

musim semi juga pernah singgah

dan…

hujan juga beranjangsana

merasai…dan kemudian mencecap hujan musim semi

membuat hati kembali merah jambu

entah apalah kini yang mesti terwarnai lagi

saat hujan musim semi

….

Desember 29, 2009 Posted by | puisi | 4 Komentar

SEANDAINYA?

Seandainya ada tablet keabadian

Aku ingin menelannya

Abadi dalam ketidakwarasan

Abadi dalam ketidakmengertian

Abadi dalam segala yang tak bisa kupahami

Seandainya ada lorong waktu

Aku ingin menyusurinya,

Agar dapat kembali ke hulu

Melebur diri dalam kawah candradimuka

Melepuh, mengelupas segala sisa karat nista

Seandainya bisa,

Maukah Kau tetap menyapaku?

Desember 28, 2009 Posted by | puisi | Tinggalkan komentar

Musim Semi

Dari tepi langit

kabut menyebar rata di bumi

dipeluknya yang dingin kuremas erat resahku

kau…

hanya sunyi

pergimu telah memulangkan segalanya..

Desember 22, 2009 Posted by | puisi | 2 Komentar

Ketika Hati Tak Mampu Menjawab

Pagi, yang masih sebenar-benarnya, aku telah bangun dan mempersiapkan segalanya. Hari ini menjadi pembicara di sebuah seminar kewanitaan benar-benar membuat nervous, entah mengapa? Mungkin ini karena menjadi satu-satunya pembicara, atau juga temanya yang lumayan sulit, meskipun sudah digembor-gemborkan sekian waktu lalu, tentang Emansipasi Wanita.

Seperti sudah kuduga sebelumnya, pertanyaan seputar ‘pemimpin wanita, poligami, dan masalah krusial lainnya yang berhubungan dengan wanita menjadi hal yang menarik bagi peserta seminar untuk diperdebatkan.

Ketika tersisa waktu sekitar setengah jam, tiba-tiba seorang perempuan peserta seminar berdiri. Rupanya dia masih mau bertanya, moderator  memberikan kesempatan.

Sewaktu bertanya, perempuan itu terlihat bergetar, bahkan meneteskan airmata. Peserta terdiam. Pertanyaan itu ternyata tentang keadaannya dalam rumah tangga, tentang kekerasan yang dialaminya, dari segi ekonomi, fisik, dan hatinya yang terluka parah. Sementara itu, dia telah berusaha mengajak pasangannya untuk berkomunikasi, memberi kesempatan berulang-ulang, dan selalu berbakti sebagai istri.

Aku terdiam, bagaimana menjawab sesuatu yang aku tidak menyiapkan jawabannya. Haruskah menyuruhnya berpisah, sementara itu adalah pekerjaan yang dibenci Allah. Memintanya untuk berkomunikasi dengan pasangannya, padahal hal itu sudah dilakukannya berulang-ulang. Akhirnya, setelah aku berpikir sejenak, aku menyuruhnya bersabar, semoga itu adalah ladang ibadah bagi dirinya, dan Yang Mahakuasa akan membalas dengan berlipat ganda kebaikan. Padahal, sesejujurnya jawabanku tersebut sangat bertentangan dengan nuraniku. Aku ingin dia berpisah saja, mengapa harus membiarkan diri terzhalimi dan dizhalimi, tetapi aku tak mampu mengeluarkan jawaban itu. Kupilih jalan aman, agar dia tidak merasa terprovokasi, kubiarkan dia berpikir dulu, karena segala sesuatu ketika tiba pada waktunya, pasti jalan keluar terbaik akan datang menghampiri.

Semoga….

Desember 16, 2009 Posted by | catatan pendek | Tinggalkan komentar

Catatan yang Sempat Tercatat Sepanjang Menjejak Kampus 1

Hari ini…terlambat 15 menit mengajar di kampus, untungnya mahasiswa masih setia menunggu karena sudah ada janji UTS. Alasan terlambatnya, biasa saja. Ada tamu, yang segan kalau ditinggalkan pergi…yach..klise uey.

UTS, berlangsung tenang…mahasiswa-mahasiswa  perempuan ini hampir tak ada suaranya, serius sekali. Kalaupun ada yang nyontek pasti ketahuan…tapi sengaja kubiarkan karena tidak mungkin juga. Seluruh soal harus mereka jawab dengan menggunakan pikiran dan penalaran masing-masing.

Sembilan puluh menit kemudian, suara mahasiswa sudah mulai agak rame, rupanya sebagian besar sudah selesai dan maunya cepat-cepat pulang.

Mahasiswa hampir habis, tinggal satu orang yang masih mengerjakan. sesekali memperhatikan jam yang ada pegelangan tangannya. waktu memang sudah hampir pukul enam sore.

“Pulang ke mana?” tanyaku tiba-tiba.

“Jauh, Bu.” Jawabnya pelan. ‘Mengapa tidak nyewa atau ngontrak di Amuntai saja? Lebih dekat dan tidak terburu-buru kalau berangkat ke Kampus.”

“Sulit Bu, ortu saya tidak mau terpisah. Mereka masih kangen dan ingin bersama saya.”

“Lho, selama ini ortumu di mana?”

“Di luar negeri, Bu. sepuluh tahun ayah dan ibu saya di sana. selama ini saya tinggal dengan nenek saya saja. sekarang mereka sudah datang jadi tidak mau berpisah dengan saya.”

“Syukurlah, kalau begitu.”

“Tetapi saya lagi pusing Bu.”

“Mengapa?” Sambil memasukan hasil pekerjaan siswa, saya bertanya dengan setengah heran.

“Ayah saya mau menikah lagi.”

“Lho, kok bisa?”

“Nggak tahu Bu. Tapi saya dengan ibu tak masalah. Biar saja, yang penting ayah bahagia.”

Sesaat saya termangu. Sederhana sekali. Yang penting ayah bahagia, katanya. Terus kebahagian mereka bagaimana? Entahlah. Barangkali kebahagian itu ketika melihat ayahnya bahagia.

Sepanjang perjalanan menuju pulang, percakapan dengan mahasiswa itu terngiang terus. Tetapi mungkin begitulah hidup yang akan selalu berjalan bersama segala yang akan terjadi. Semoga saja mahasiswa tadi tabah dan tetap terus kuliah. Biar dia dapat menunjukkan pada dunia bahwa dia berhasil mecapai segala impian dan harapannya.

Desember 15, 2009 Posted by | catatan pendek | 1 Komentar

Wisata Kuliner di Amuntai

Beranjangsana ke kota Amuntai tak cukup hanya dengan menikmati suasana kotanya saja. Wisata kuliner menjadi tujuan yang wajib dilakukan. Begitu masuk kota, pemandangan yang tersuguh adalah sebuah ikon kota berupa itik alabio yang badannya jauh lebih besar dari kerbau rawa. Aneh? Tidak juga. Karena sedari dulu Amuntai sudah dikenal dengan itik alabionya, sedangkan kerbau rawa dikenal di daerah Babarawa, yang disering mengadakan lomba kerbau rawa.

Amuntai, dengan ikon itik alabio, terkenal dengan itik panggang dan itik goreng, satu lagi yang terfavorit tetapi sering terlupa menyebutnya adalah belibis panggang dan belibis goreng. Lezat? Sangat luar biasa. Sekali-sekali datanglah sahabat berkunjung ke Amuntai. Setiap warung makanan, biasanya menyajikan menu itik panggang/goreng, tetapi untuk belibis jarang karena belibis termasuk burung yang sekarang agak langka (mungkin karena sering diburu dan ditangkap sementara budidayanya cukup sulit). Belibis panggang/goreng hanya ada pada warung-warung tertentu, harga perporsi bervariasi antara Rp 25.000 s.d Rp 50.000. Tetapi harga makanan itu sesuai dengan kelezatan yang akan diperoleh ketika makanan ini menyentuh lidah.

Kuliner di Amuntai juga didukung dengan masyarakatnya yang memang doyan makan di warung. Sehingga, warung-warung makanan tumbuh subur dan menjamur tanpa kehilangan pembeli.

Selain itu, Amuntai juga terkenal dengan ‘cake market’ alias pasar pasar kue/wadai. Segala macam jajanan berupa wadai tradisional ada di pasar yang buka setiap pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore ini. Mulai dari cucur, apem, bingka, sampai tapai. Bahkan ada makanan berupa alua (manisan) pepaya dan ‘kundur’ (sejenis labu putih). Alua ini bisa disimpan berbulan-bulan, biasanya ramai dipesan bila tiba musim kawin karena alua ini dapat diolah menjadi berbagai bentuk dan diletakkan berdampingan dengan kue pengantin.  Amuntai juga terkenal dengan gula-gula yang berbentuk kapal layar, itik dengan anak-anaknya, bunga, dan bentuk lainnya. Gula-gula ini juga ramai dipesan apabila tiba musim kawin, karena fungsinya sama dengan alua. Bahkan, dengan bentuk, warna yang menarik, dan rasanya yang manis legit gula-gula ini juga menjadi ciri khas yang tidak ada di daerah lain. Tertarik?

Masih tentang makanan, Amuntai juga terkenal dengan kerupuk haruan (ikan gabus), dan itik yang diawetkan berupa dendeng itik yang sangat lezat dan dapat dijadikan oleh-oleh berkunjung ke Amuntai.

Amuntai, kota kecil yang terus menggeliat dalam pembangunan. Kaya dengan makanan tetapi juga terkenal dengan industri lampit rotan dan pembuatan lemari.

Berkunjunglah, andai sempat dan punya waktu, sahabat akan menemukan nuansa yang berbeda di kota ini yang terkenal dengan kota Bertakwa.

Desember 14, 2009 Posted by | artikel | 8 Komentar

musim ke sekian

hujan turun lagi
berjingkrak…ke sekian kali
tanah yang merekah tersipu malu
hujan menyapa sepenuh daya

di hulu sungai mulai menguap pelan
sambil ngantuk menghayutkan segala
sambil berlabuh bertemu sang pujaan
tak terpikir hilir adalah muara yang belum sampai ke tengah…

di pertemuan keduanya…
luapan telah menenggelamkan rindu…
pelukan mesra menjadi tangis bahagia

hujan masih riang tertawa
menyaksikan air pelan-pelang
menguburkan semua

banjir menjadi akhir yang sepi

Desember 10, 2009 Posted by | catatan pendek, puisi | 2 Komentar

CINTA ITU LUKA

“Jadi? Kita selingkuh, ya, Pak?” Mareta bertanya bingung.
Lelaki awal empat puluhan itu tersenyum. Ditatapnya Mareta dengan sayang.
“Tidak.”
“Terus?”
“Saya memang suka sekali denganmu. Sayang. Cinta. Tetapi, saya tidak akan mengajakmu selingkuh.”
“Jadi?”
“Saya cuma menyampaikan perasaan yang saya punya untukmu. Perasaan yang telah saya pendam sekian lama.”
“Sekian lama? Sejak kapan?”
“Saya juga tidak tahu sejak kapan. Yang jelas, perasaan yang kupunya ini mengalir begitu saja.”
“Mungkin karena saya berbeda dengan istri bapak.”
“Bukan, Mareta.”
“Lalu karena apa?”
“Karena saya merasa cocok denganmu.”
“Lho! Bukankah selama ini bapak juga sudah cocok dengan ibu.”
“Entahlah, Mareta. Susah, saya menjawabnya.”
“Saya malah tambah bingung.”
“Jangan dipikirkan, Mareta. Saya cuma ingin kamu tahu saja bahwa saya telah mencintaimu selama ini. Dan, saya siap seandainya kamu marah dengan perasaan yang saya punya untukmu. Kamu boleh memaki-maki saya, tetapi tolong pahami bahwa perasaan ini tulus untukmu.”
“Apakah karena saya cantik atau karena saya pintar?”
“Saya tidak mencintai kecantikanmu. Saya juga tidak mencintai kepintaranmu, tetapi saya mencintaimu apa adanya.”
“Benarkah?”
“Iya, Mareta. Seandainya saya mencintaimu karena kecantikan, maka saya tidak akan memilihmu karena suatu ketika kecantikanmu akan pudar. Seandainya saya mencintaimu karena kepintaranmu, maka saya tidak akan memilihmu karena suatu saat nanti kamu pasti membodohiku.” Baca lebih lanjut

Mei 6, 2009 Posted by | catatan pendek | | 11 Komentar

CINTA MATI

CINTA MATI
Hatmiati Masy’ud

File 1
Melewati batasan harapan
Adalah buah ketidakpercayaan
Nasib ini punya aku sendiri
Tapi kecewa tak bisa kuukir dengan kata-kata

Entahlah…apakah masih kupunya cinta
Sedang kini telah kukubur segala waktu yang kupunya
Aku lelah bertarung…lelah dalam kerangkeng takdir tak terbaca
Biarlah pasrah mewakili hati putih yang terluka
Karena hasrat zaman tak terjamah

File 2
Susahnya memaknai cinta yang hadir tanpa diminta
Perih…serupa sembilu luka
Memanjang dalam setiap lorong ketakberdayaan
Cinta menyerah…kalah
Tersungkur di altar kepasrahan

File 3
Janji langit membahana
Mengoyak semesta samudera hati
Nyanyian para bidadari terhenti
Angin tak sempat mampir ke muara
Mestinya rindu ini harus bersahaja

Tak kurang kupahami isyarat
Tersamar dalam wajah-wajah musim
Menggeletar, memaksaku bersujud
Nasib ini, adakah kupunya kuasa
Kehendakku tak bisa kutunaikan

File 4
Telah kutuntaskan segala hasrat
Besok entah waktu apa yang kupunya
Meniti jalan ini membuat luka cinta berdarah
Parah sampai ke sum-sum
Gigil tak sempat lagi termaknai
Biarlah jejak ini paripurna
Meskipun harus ditukar dengan lara

Februari 5, 2009 Posted by | catatan pendek | | 25 Komentar

Bukan Sekedar Cinta (Part 3)

PART 3
Berkali-kali panggilan itu terdengar, bahkan gedoran di pintu kamarnya. Alina tetap sesegukkan dengan tangisnya. Tetapi, kemudian dia bergerak pelan membuka pintu. Bundanya menerobos masuk.
“Al, sudah sayang, kita harus ke rumah sakit Ulin sekarang.” Ibunya memeluknya erat. Alina terkesima, dia bingung, sambil berjalan dalam pelukan ibunya, Alina masih tidak mengerti yang terjadi. Sesampainya di rumah sakit, Alina baru sadar rombongan pengantin lelakinya telah kecelakaan.
“Di mana Bram, Bu? Bagaimana keadaannya?” Alina bertanya sambil menangis. Di ujung lorong rumah sakit, dokter yang berjalan tegesa-gesa berhenti di dekat Alina.
“Menanyakan siapa Bu?”
“Bram, Dok, rombongan pengantin yang kecelakaan di jalan Samudera.” Ibu Alina menyahut.
“Oh itu, di kamar 21 Melati, Bu.” Dokter itu berlalu.
Alina setengah berlari ke kamar itu, ketika sampai dia terpaku menyaksikan Bram dan Santi di ruang itu. Dengan muka sepucat mayat Alina menghampiri ranjang Bram dan Santi yang berdampingan. Pengantinnya dan istrinya sekarat, Alina tak sempat berpikir, dia menggenggam tangan keduanya, sambil menangis tanpa suara. Alina ditarik ibunya keluar kamar. Bram dan istrinya akan segera di operasi. Tiga jam lebih Alina menunggu. Air matanya seperti tak mau berhenti mengalir. Di ujung keputusasaan menunggu, ruang UGD terbuka. Para dokter yang menanganinya keluar.
“Siapa keluarga pasien? Ikuti saya ke ruangan.” Dokter itu kemudian berjalan menuju ruangannya. Salah seorang keluarga Bram mengikuti dokter.
Setengah jam kemudian, Bram terdengar merintih. Bibirnya komat-kamit menyebut nama Alina. Perawat yang menjaganya kemudian memanggil Alina. Di ruangan itu, Alina terguguk di samping Bram. Tak ada kata yang mampu keluar dari mulutnya. Menatap Bram dalam balutan perban-perban putih, membuat Alina seperti bercanda dengan maut.
“Al, maukah menjaga Faisal untukku?” Bram berbisik lirih. Alina mengangguk cepat. Diletakkannya telunjuknya di bibir Bram. Sesaat kemudian, Bram pergi menemui Penciptanya. Setengah jam setelah itu, Santi yang dalam keadaan koma menyusulnya. Lelangut kesedihan mengepung Alina dari segala penjuru, dia merasa pandangannya gelap. Dia baru sadar keesokan harinya. Di rumah sakit yang sama dengan Bram dan Santi. Mereka telah mendahuluinya. Alina bangkit dari tempat tidurnya, dilihatnya bunda dan bapaknya di samping tempat tidur. Sementara itu, beberapa orang keluarga Bram yang ikut dalam rombongan pengantin hanya menderita luka-luka dan sudah diperbolehkan pulang. Sedangkan tiga orang lainnya masih dalam perawatan dokter, termasuk sopir yang masih dalam keadaan tidak sadar.
“Bu, bagaimana keadaan Faisal?” Alina bertanya lemah.
“Alhamdulillah, Faisal berhasil diselamatkan. Sekarang masih dalam perawatan dokter, tetapi sudah boleh ditengok.”
“Bu, aku mau menemui Faisal, aku ingin menemuinya.” Kali ini Alina menangis sekeras-kerasnya.
“Iya sayang, sabar, nanti kita akan ke kamar Faisal.” Ibunya merangkulnya erat. Kepedihan berbaur dengan aroma duka.
Senja mulai merapatkan jalanya ketika Alina dan ibunya berada di rumah Bram. Rumah yang penuh orang-orang yang melayat dan bertakziah atas kematian suami istri yang baik itu. Alina membisu, tak sepatah kata terlontar dari lisannya. Hanya air mata yang jatuh satu-satu di surah Yasin yang dibacanya. Selepas sholat Magrib, Alina dan ibunya meninggalkan rumah Bram. Alina berpisah dengan ibunya, dia ke rumah sakit, menemani Faisal, sedangkan ibunya kembali ke rumah, membereskan keadaan rumahnya. Alina juga tidak sempat bertemu Sabina hari ini. Sesampainya di rumah sakit, di kamar Faisal, Alina terpaku memandang bocah berusia lima tahun itu. Hatinya nyeri membayangkan Faisal yang kini yatim piatu. Pelan dibelainya rambut Faisal, kasihnya menyeruak tanpa tercegah. Tengah malam Faisal terbangun kesakitan, suara erangannya membuat Alina terkejut, kantuk yang menyerangnya lenyap entah ke mana. Dipeluknya Faisal dengan sayang, tak lama bocah itu kembali terlelap.
Tujuh hari di rumah sakit, tubuh Alina menyusut, kulitnya pucat, tetapi matanya berseri-seri laksana matahari di ufuk timur. Kedekatannya dengan Faisal telah mengalirkan adrenalin dalam sel tubuhnya. Faisal, Faisal yang telah diizinkan keluarganya tinggal dengan Alina, sesuai dengan amanat Bram. Diterimanya anak itu dengan segenap kasih yang dia punya. “Jagoanku”, kata Alina giris. “Bram dan Santi telah meninggalkannya untukku, aku akan merawatnya. Kini hidupku telah lengkap, aku sudah punya perempuan, Sabina, dan Faisal lelakinya, aku tak perlu orang lain lagi”, pikirnya. Alina pulang ke rumahnya di hari kesembilan, bersama Faisal yang disambut Sabina dengan suka cita.
Setelah peringatan seratus hari kematian Bram dan Santi, Alina dan kedua bocah terkasihnya pergi ke makam Bram dan Santi, mereka berziarah sekaligus berpamitan untuk kembali ke tempat tugas Alina. “Izinkan Faisal bersamaku, menggantikan dirimu Bram”, bisik Alina lirih.
“Mama, di sini bunda dan ayahku ya? Mereka ngapain mama? Kok tidul ditimbun tanah begini?” Suara cadel Faisal memecahkan suasana sepi. Belum sempat Alina menjawab, tiba-tiba, bocah itu menjatuhkan diri di antara makam ayah dan ibunya. Menangis dengan keras. Alina tersentak. Cepat diangkatnya Faisal.
“Sayang, sudah ya Sayang. Ayah sama Bunda pasti sedih kalau melihatmu menangis. Ayah sama Bunda sudah berada di surga. Mereka sayang sekali dengan Faisal. Sekarang Faisal ikut Mama Alin aja, sama Kakak Sabina juga, ya?”
Bocah lelaki itu mengangguk.
“Tapi, nanti kita ke sini lagi kan Ma?” Cepat Alina mengangguk. airmata mulai mengalir lagi di pipi Faisal. Alina menahan nyeri di hatinya. Cepat diraihnya tangan Sabina. Mengajaknya berlalu.
Matahari naik sepenggalahan membentuk siluet tiga tubuh yang meninggalkan kompleks pemakaman. Jauh dan semakin jauh.
***

Menjelang dinihari, Peb ’09

Batimung: Mandi sauna dengan uap rempah-rempah.

Februari 5, 2009 Posted by | catatan pendek | | 2 Komentar